Select Menu

Slider

Travel

Performance

Cute

My Place

Kegiatan

Racing

Videos


Iklan Prabowo Hatta

Textdescription ...



"Ya muqolibal qulub, tsabbit qolbi 'ala diinik"

Ya Allah semoga ini tak membutakan aku dalam hidup
dan tak menghncurkan aku dalam hidup

tak melalaikan aku dalam dakwah
tak menistakan aku dalam dunia
tak menjadikan aku kufur nikmat
tak menduakan cintaMu dengan cinta yang lain

Ya Robbi
semoga ini tak mmbuat fitnah dalam hidupku
tak membuat sendu dalam hidupku
tak membuat jatuhnya iman
tak membuat sedih

Ya Robbi
semoga kptusan ini tercampur dengan keikutsertaan DzatMu.
Baik dan buruk kan ku terima karena tak ada kekuatan kecuali kekuatan dzat Mu.

Bismillahirrahmanirrahim, kumulai kembali hidupku dgn menyebuat nama Illahi.
TEKNOLOGI AKHIRAT


Aku punya teman yang sangat aneh. Terlalu imajinatif. Namanya Keke. Keke dan aku baru pertama kali menjadi teman sebangku selama dua tahun kami bersekolah di SMU yang sama. Anaknya menarik. Banyak cerita. Pengetahuannya luas. Makanya aku seneng banget bisa kenal sama dia
“Teknologi sekarang makin maju, ya!” komentarnya pada saat jam kimia kami kosong, “Core-Duo, penemuan terbaru dari Intel kerjanya keren banget. Cepet! Pas banget kaya iklannya yang bilang kalo Core-Duo bekerja dua kali lipat dari intel yang biasa.”
Kami yang buta akan berita dunia teknologi mengangguk kagum. “Trus apa lagi, Ke?”
“Tau Kaka, kan?”
Kami menggeleng.
“Kaka itu pemain bola asal Brazil yang cakep itu, lho. Yang waktu itu loe-loe liat gambarnya di kantin mang Dadang! Yang kata Petty mirip sama orang Indonesia,” ujarnya mengingatkan.
Kami berpikir. Ingat. Lalu mengangguk.
“Dia bergabung di timnas umur 18. Baru pertama kali dimainin, empat menit kemudian dia langsung bikin gol tendangan jarak jauh alias dari lapangan tengah ke gawang lawan langsung!! Gimana gak langsung terkenal juga, coba?”
Kami makin terkagum. Bukan hanya karena cerita tentang Kaka tampan yang jago main bola, melainkan juga info-info yang sama sekali baru bagi kami.
“Trus loe tahu akhirat kaya apa nanti?” tantangnya pada kami.
Kami saling bertatapan. Tak mau berpikir lama karena langsung penasaran dengan jawaban Keke tentang akhirat kami bilang tidak tahu.
“Disana ada banyak teknologi canggih yang bahkan kita tidak bisa bayangkan!”
“Tapi, kok loe bisa bayangin sih, Ke?” ceplos temanku Lili, protes.
“Gue emang gak bisa ngebayangin! Tapi, bagaimana jika kita coba analisa, bo? Berpikir! Bukankah manusia diciptakan untuk berpikir?” ujar Keke, sok bijak.
“Emang diakhirat pake teknologi? Masa iya? Kayanya di Al-Quran gak ada, tuh,” timpal Dian.
“Tapi di Al-Quran bilang kita musti berpikir! Bukan berarti kita serahkan semua urusan berdasarkan ada atau tidaknya di dalam Al-Quran. Percuma dong kita disuruh berpikir sama Allah!”
Kami mengangguk.
“Dengerin deh, masa gue baca buku tentang poligami. Gue lupa nama penulisnya. Intinya dia mencoba membahas beberapa pendapat ulama tentang ayat an-Nisa yang gue juga lupa ayatnya.”
“Ye… gak usah dibahas, Bo!”
“Ntar dulu! Gue inget isinya, inti isi surat tersebut bahwa pria jika bisa adil boleh menikahi wanita dua-dua, tiga-tiga dan empat-empat.”
“Oh… gue tahu! Surat An-Nisa ayat tiga.”
“That’s right, guys!” tangkap Keke, lebih semangat. “Nah, tebak, berapa wanita yang boleh dinikahi?”
“Empat!” jawab kami serempak.
“Itu kata sebagian ulama. Ada yang bisa nebak apa kata sebagian ulama yng lain?”
Kami menggeleng karena ingin cepat tahu jawabannya.
“Delapan belas!” jawab Keke.
“Wuuuu….” Kami memberi respon, terkejut.
“Iya! Jadi para ulama tersebut menafsirkan ‘wau’ di ayat tersebut sebagai tambah. Jadi dua tambah dua, tiga tambah tiga, empat tambah empat. Delapan belas, deh!”
Aku cukup tercengang. Keren juga informasi tersebut.
“Kenapa ‘wau’ nya gak diartiin kali aja, Ke? Jadi dua kali dua, tiga kali tiga dan empat kali empat?” ide Amin,
“Wesss… Amin telah berpikir, bo!” goda Keke.
Kami tertawa.
“Kalo gitu loe buat bukunya aja, Min!” saran Keke diikuti tawa anak-anak sekelas.
“Ya, walaupun gue saranin buat para cowok jangan punya istri lebih dari satu,” saran Keke.
“Kenapa?” tanya Abdul dengan logat bataknya yang kental. Ia adalah salah satu pendengar setia Keke.
“Soalnya cuman pria yang adil yang boleh poligami! Sedangkan ada ayat Al-Quran yang mengatakan bahwa manusia tak akan bisa adil! Cuman Allah yang adil!
“Ck…ck…ck… mantap kali kau komentar! Betewe anyway busway, ayat berapa yang bilang bahwa manusia sebenarnya tak bisa adil, hah?”
Keke mengangkat bahu sambil meniru logat Abdul, “Tak tahu aku, bah! Lupa! Tapi, kalo gak salah diakhir ayat 3 An-Nisa itu juga bilang bahwa lebih baik punya istri satu saja agar jauh dari buat aniaya.”
“Trus, Ke?” ujarku tidak sabar ingin membahas masalah teknologi akhirat.
‘Trus apaan?” balasnya.
“Trus, soal teknologi akhirat itu?”
“Oh iya, kita kan lagi ngomongin soal teknologi akhirat, kok bisa ngomongin poligami?”
“Tadi ngomongin teknologi, lalu tentang berpikir, lalu loe cerita tentang buku poligami yang loe baca, deh!” ingat Betty.
“Oh, iya, ya! Sorry! Ada iklan info! Tapi, tentang buku poligami itu cuman sebagai contoh bahwa manusia memiliki pendapat yang berbeda yang disebabkan oleh cara berpikir yang beda. Makanya kita harus berpikir!”
“Lanjut saja lah, Ke!” tancap Abdul.
“Oke, bos! Masalah Teknologi Akhirat,” suara Keke seperti orang yang sedang membaca sebuah judul berita. “Menurut loe akhirat kaya apa, Dul?”
Abdul menjawab setelah beberapa saat loading, “Kita dibangkitkan dari kubur, lalu dikumpulkan di padang mashyar, trus dari Adam sampai manusia terakhir ditanya untuk mempertanggung jawabkan kehidupan mereka. Trus, ditentuin deh masuk mana kita, surga atau neraka!”
“Loe baca buku dimana, Dul?” tanya Amin heran.
“Amin mah tidur mulu kalo lagi pelajaran qur’an hadis! Kemaren diceritain habis-habisan sama pak Minin tentang akhirat!” sambar Dian.
Amin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Coba, deh, dari sekian ribu juta banyaknya manusia yang lahir, kira-kira gimana cara ditanyainnya?” tanya Keke, seru.
“Disuruh maju satu-satu, trus, kaya pengadilan gitu!” timpal Lili.
“Iya! Hakimnya Allah, trus, pengacara pembela kita adalah amal kita sendiri, deh!”
“Ide bagus, tuh! Khayalan darimana?” tanya Keke kagum akan ujaranku.
“Trus, saksi-saksinya adalah…”
“Tetangga kita, temen, ortu, orang-orang yang pernah kita sakiti dan kita tolong, dan…” Amin yang meneruskan kata-kata Dian tak sanggup meneruskannya sampai tuntas.
“Waduh! Gue harap loe-loe jadi saksi peringan gue, ya!” pinta Keke.
“Loe juga, Ke,” timpal kami, serius.
“Nah dari sekian ribu juta itu masa iya cara penghitungan amalnya pake manual alias timbangan pasar? Gak mungkin, kan.?” Keke menatap kami satu-persatu.
Kami mengangguk membenarkan tapi juga tidak percaya sepenuhnya.
“Pasti di akhirat sana ada timbangan dengan teknologi canggih yang didesain keakuratannya sebesar 100%, bukan cuman 99,9%!” cerita Keke, meyakinkan. “Dan gak akan ada kesalahan operasional karena Allah sudah mempersiapkan malaikat terlatih untuk menjalankan mesinnya.”
“Gak ada virus?”
“Ya gak adalah! Itu teknologi yang hacker paling jago semasa dunia pun gak bakal bisa rusak. Karena ada software handalnya!”
“Software dari Intel?”
Kami tertawa.
“Ya, nggak, lah! Tapi software-Nya yang bernama Kun Fayakun!”
Kami merinding.
“Setiap manusia memiliki CD kehidupan yang akan diputar di suatu PC dan dipantulkan dari proyektor canggih sedunia-akhirat ke sebuah LCD berteknologi tak terkira canggihnya yang ukurannya segede langit dan bumi jutaan kali. Seluruh manusia bisa melihat kehidupan seseorang sedari lahir sampai mati,” sambung Keke.
“Semuanya? Sampai aib sekali pun? Malu, dong…” Amin memelas.
“Makanya, kan, ada hadist rasulullah SAW yang mengatakan bahwa barang siapa menjaga aib seseorang maka Allah akan menjaga aibnya di akhirat,” lanjut Keke. “Ngerti kan maksudnya?”
Kami terdiam, merenung.
“Oke, kita lanjut!” pecah Keke, “Nah, setelah ditayangkan, maka di setiap episode kehidupan seseorang akan muncul pertanyaan dari Allah, yang kemungkinan muncul dari layar LCD tersebut. Dalam bahasa arab mungkin.”
“Lho? Bukannya Allah sendiri yang tanya?” protesku.
“Waduh! Gue kurang tahu, Men! Gue cuman berpikir!” tekan Keke pada kata berpikir. “Tapi, coba, deh! Kalo Allah yang tanya, nanti orang kafir dan orang munafik bisa denger suara dan bentuk Allah, dong! Sedangkan tidak akan melihat wajah Allah selain orang-orang mukmin!”
Masuk akal! Tapi kami sadar itu hanya khayalan belaka Keke yang seru untuk disimak bukan untuk diyakini.
“Dan LCD tersebut akan muncul anggota tubuh kita yang akan menjawab semua pertanyaan dengan jujur.”
Kami merinding.
“Kalo emang bener akhirat kaya khayalan loe, keren juga, ya.”
“Ya iya-lah! Tapi sekali lagi gue tekankan bahwa itu hanya khayalan gue, bro! Soalnya setelah gue simak kehidupan kita yang dipenuhi dengan barang canggih, gue jadi mikir, pasti-lah barang-barang di langit sana berteknologi yang mungkin kita gak bayangin betapa kerennya,” kata Keke, makin seru
Kami makin merenung, mengkhayal.
“Tau, gak? Di Jepang, ditemukan remote TV yang bisa dikendalikan oleh otak! Jadi sinyal TV dapat menangkap perubahan atau pergerakan sel otak kita melalui gelombang elektromagnetik yang dipancarkannya.”
“Wow! Jadi TV tersebut dapat membaca pikiran kita?”
Keke mengangguk meyakinkan.
“Berarti di akhirat sana semua pikiran kita dibawa oleh gelombang elektromagnetik untuk dibaca oleh Allah?” simpul Lili.
“Hus! Allah sih gak perlu gelombang elektromagnetik juga udah tahu, bro!” ujar Keke.
Lili tertawa sambil membela diri bahwa dirinya hanya berpikir.
“Dari langit, kita itu terlihat seperti kumpulan titik-titik hitam. Jadi, kalo mau dilihat sama Allah, terangilah diri kita dengan iman sehingga kita kelihatan seperti kunang-kunang diantara semut hitam,” tiba-tiba Keke mengalihkan topik pembicaraan.
“Wah kata-kata loe bagus banget, Ke! Dapet dimana?”
Keke berpikir lalu menggeleng, “Sorry! Gue suka lupa urusan daftar pustaka! Lain kali gue ingetin sumbernya, deh!”
Hari itu hari Jum’at. Cerah. Secerah khayalan Keke.
“Eh, tapi apa yang gue khayalan tentang akhirat jangan dipercaya, ya! Soalnya itu kan pikiran pribadi gue…” ujar Keke menutup perbincangan setelah jam Kimia habis.
“Iya, Ke! Kita juga tahu kok kalo setiap pikiran itu berbeda-beda.”
“Iya! Tapi gue suka aneh deh sama aliran-aliran sesat itu…” balas Keke membuka topik baru.
Perbincangan kami berlanjut tentang aliran sesat. Menurut Keke saat itu, banyaknya aliran sesat lantaran banyak orang yang merasa bahwa pikiran mereka itu benar, tafsiran mereka itu sah, dan merasa pintar.
Keke nama teman sebangkuku. Orangnya inajinatif, banyak akal, banyak bicara, lucu, dan periang. Kali ini ada banyak hal yang kudapat selain terhibur oleh khayalannya. Bahwa tetap suatu saat, kami, aku dan teman-temanku, akan memasuki dunia yang kami khayalkan tadi. Bukan dunia khayal, tapi dunia yang sungguh-sungguh ada dan telah dipersiapkan untuk kami. Semoga kami bisa menjadi saksi peringan untuk kawan-kawan kami disana, semoga kami dapat menutup aib saudara-saudara kami sehingga Allah akan menutup aib kami disana. Semoga kami bisa menjadi kunang-kunang diantara semut-semut hitam. Amin ya Robbal Alamin.
Betewe, Ndri! Gue lupa bilang! Hehehehe… jangan marah, ya!” bisik Keke ke telingaku.
“Apa?”
“Berkhayal sama berpikir tuh beda, Ndri. Jangan dicampur adukkin! Nanti gila!”
Aku tersenyum mengiyakan. Keke,Keke… semua orang waras juga bisa membedakan mana yang khayalan dan mana yang sungguh-sungguh berpikir.
SELESAI
created by Afifah Muharikah
-

BUMI

Cobalah kau lihat wanita berjilbab

usaha maksimal untuk menutup aurat
Tahan dengan lebat acuhkan keringat
Walau terik matahari amatlah menyengat


Dan coba kau lihat cewek moral bejat
Mamerkan aurat dengan pakaian yg ketat
Mungkin mereka lupa akan nikmatya shalat
Apalagi memikirkan akhirat

Lihatlah kesana penuh dengan kota
Telah merubah sewajah dengan hotel yang mewah
Lihatlah kesini bocah-bocah merintih
Menahan perutnya yang tak pernah terisi

Bumi semakin tua semakin bertambah panas
Dengan meningkatnya tindakan kriminalitas
Mungkin mereka lakukan dengan terpaksa
Karena tanpa semua itu mereka binasa

Dibawah kolong jembatan pernah kutemui
Seorang bapak dan anak sedang berebut nasi
Dengan tegar pertahankan hidup ini
Mengais-ngais sampah demu sesuap nasi

Di pedalaman kejadiannya pun lain lagi
Seorang petani bekerja di terik matahari
Tak peduli punggungnya pun terbakar
Demi keluarga ia lakukan dengan sabar

Cobalah kau lihat dan coba kau rasakan
........................................................................................................................
Disadur dari lirik lagu group band underground
-